Darimana awal cerita.
Siang, 11.48 am. Terik, motorku berhenti disamping mushola desa tempat dimana Ia tertidur.
Ya, ayahku disana. Adzan duhur berkumandang. Standar motor aku turunkan, Assalamualaykum aku ucapkan.
Polanharjo, saksi dimana ayahku terlahir menjadi seorang anak petani. Oh, bukan hanya itu. Dia belajar bagaimana mencari kehidupan, sekolah ke kota dengan mengandeng truk yang bersiap mencari rejeki. Menggandeng? Ya, Ia menaiki sepeda ontelnya, berjaga didepan rumah dan menunggu truk pengangkut alang-alang kering atau kerbau yang bersiap lewat.
Bukan main jaraknya, dari rumah ke SMA-nya lebih kurang 40 menit dengan sepeda. Polanharjo-jebres. Mungkin yang tinggal disekitaran klaten atau solo mengenal tempat tersebut. Anak seorang petani yang bekerja sambilan sebagai tukang jahit, tukang obras. Dan akhir hayatnya menjadi seorang pelaut.
Seorang pria dengan cita-cita biasa, menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin. Bila perlu belajar hingga ke negeri china. Ia tidak peduli dirinya yang bukan seorang sarjana, ia pun tak peduli pendamping hidupnya hanya seorang lulusan SLA. Ada yang tau SLA jika disamakan akan seperti apa tingkat pendidikannya dengan jaman sekarang?
Dua tahun terakhir sebelum Ia tertidur lama, "ndhuk, mau lulus kapan?" itu adalah pertanyaan yang pertama dan terakhir kali pernah beliau lontarkan. Dalam hati ... "baru juga semester 4, udah nanya aja nih ".
"cepat lulus ya, ibumu sudah mau pensiun". Ia mengatakan hal tersebut dengan berlalu membawa motor supra X nya. Oh ya, aku bahkan tidak jauh berpikir kemana yang dimaksud, toh kalau ibu pensiun, bapak juga sudah pensiun, aku yang akan mencari kerja. Kenapa harus sekarang diingatkan. Itu yang 2 tahun lalu aku pikirkan.
22 januari 2012. 6:30 pm, Ia menghubungiku untuk terakhir kalinya.
"ndhuk, sudah pulang? jangan lupa maghribnya"
Aku pikir itu hal yang sama, yang selalu beliau lakukan. Beliau selalu menghubungiku di saat-saat jam shalat. Malu, ya, 20 tahun, dan masih diingatkan untuk shalat.
Aku dengan malas-malasan menjawab "ya, udah pah".
23 Januari 2013. 4:20 am. Aku dihubungi salah satu keluargaku. Oh, bukan bapak atau ibuku. Bahkan bukan masku. Tapi... Bulekku.
"Nok ayu..."
"ya om... ada apa?" -Aku yang masih setengah ngantuk dan mendengar adzan subuh berbunyi.
"Yang tabah ya..."
*Tiba-tiba jantungky berdetak kencang, sangat kencang. Yang ada dipikiranku langsung wajah bapak*
-aku memberanikan diri, "ya om... ada apa?"
"bener ya, kamu sing tabah... Bapakmu...."
-----------------------------------------------------------------------
17 Mei 2013. 2:40 pm. Seragam putih hitam aku pakai. Jantung berdegup kencang. Sampai rasa-rasanya jantungku akan melompat keluar dari rongga dada. Merobek perikardiumnya dengan kontraksi yang sangat kencang. Oh, di pojok kiri, Ia melihatku. Bismillah, 1,5 jam berlalu.
-----------------------------------------------------------------------
21 Mei 2013. Masih 38 menit lagi. Karena wifi kosan yan kurang bagus, jadi ya begini...
Selamat ulang tahun bapak. Ini bukan kado, tapi cita-citamu. Semoga pribadi yang masih terus belajar seperti benih padi yang akan bertumbuh, bisa menjadi padi yang isinya lebat dan semakin merunduk ke bawah.
Dua tahun lalu, sekarang terjawab. Selamat ulang tahun. Suatu saat, kita, bisa berkumpul bersama, yang entah kapan. Besok, lusa, minggu depan, bulan depan, 2 tahun lagi, atau entah sesuka Yang Punya alam semesta ini.
No comments:
Post a Comment